View Gallery

Published Date: August 16, 2023

Versi

Paperback

Rp0

23 x 15 cm
Indonesia

Description

Visited 21 times , 1 Visit today

Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF 2023 merupakan kegiatan yang rutin dilakukan INDEF sebagai upaya mengevaluasi perekonomian terkini Indonesia. Pada tahun ini, KTT mengambil tema Menolak Kutukan Deindustrialisasi: Menuju Pengarusutamaan Industrialisasi Hijau. Tema ini diangkat karena adanya fenomena deindustrialisasi yang tengah terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kinerja industri (reindustrialisasi) yang berkelanjutan. Upaya reindustrialisasi berkelanjutan tidak hanya mampu mengatasi permasalahan deindustrialisasi, tetapi juga mampu mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pengembangan industri.

Salah satu sektor industri yang berperan penting dalam menopang perekonomian adalah industri pengolahan, khususnya pada pembentukan output, penyerapan tenaga kerja, ekspor, hingga investasi. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi industri pengolahan terhadap PDB Indonesia yang mencapai 18,3 persen pada 2022. Kontribusi industri pengolahan terhadap tenaga kerja di Indonesia mencapai 14,17 persen pada 2022. Total ekspor barang industri pengolahan berkontribusi sangat tinggi terhadap total ekspor barang, yaitu sebesar 44,92 persen pada 2022. Di sisi lain, industri pengolahan juga berkontribusi pada sisi investasi, di mana pada tahun 2014 – 2019 rata-rata investasi langsung industri pengolahan adalah US$8.420,10 dan rata-rata investasi langsung industri pengolahan dari tahun 2019–2022 adalah US$7.426,10. Dengan sejumlah kontribusi tersebut, industri pengolahan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan hingga transformasi ekonomi.

Di tengah tantangan deindustrialisasi, industri pengolahan Indonesia juga harus menghadapi tantangan perubahan iklim. Industri pengolahan Indonesia yang saat ini masih bergantung pada sumber daya tidak ramah lingkungan, diharuskan untuk bertransformasi menjadi industri hijau guna menjawab tantangan perubahan iklim global. Akan tetapi, Energy and Climate Intellegence Unit (ECIU) menilai Indonesia memiliki kesiapan dan komitmen terhadap Net Zero Emission (NZE) yang sangat rendah dibandingkan negara lain. Di sisi lain, Yale University mengeluarkan Environment Performance Index (EPI) 2022 yang menempatkan Indonesia pada peringkat 164. Indeks tersebut menilai pilar Vitalitas Ekosistem, Polusi, dan Kebijakan Iklim. Kedua isu iklim tersebut semakin memperberat langkah industri pengolahan untuk berkembang seiring dengan isu deindustrialisasi.

Risiko perlambatan ekonomi global semakin terasa pada 2023. Laju pertumbuhan ekonomi global hingga akhir tahun ini diprediksi akan mengalami penurunan dibanding capaian 2022. IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 sebesar 3 persen, atau lebih rendah dari realisasi 2022 sebesar 3,5 persen. Begitu pula perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun yang akan datang. Perlambatan ekonomi ini dipicu oleh gejolak ekonomi negara maju yang sebagian besar diproyeksikan akan mengalami penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada 2023. Ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina menjadi faktor utama perlambatan pemulihan ekonomi global pasca pandemi. Meskipun ketegangan ini telah mereda pada Semester I 2023, akselerasi ekonomi global pasca pandemi masih stagnan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan moneter yang masih ketat di banyak negara sehubungan dengan gejolak inflasi global.

Perekonomian dunia sangat dipengaruhi oleh dinamika kebijakan Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Tingkat inflasi di AS mengalami pelonjakan sebesar 9,1 persen pada Juni tahun lalu, namun berhasil diturunkan hingga mencapai 3,0 persen pada Juni 2023. Upaya penurunan inflasi ini berimbas pada guncangan ekonomi global karena the Fed berulangkali menaikkan suku bunga acuannya, hingga sebesar 5,3 persen pada Juli 2023. Hal ini diprediksi akan kembali terjadi karena the Fed belum mencapai tingkat inflasi yang ditargetkan sebesar 2 persen. Di sisi lain, China sebagai negara yang memiliki pengaruh luas terhadap perekonomian global cenderung menahan suku bunga di level 2,7 persen dengan tingkat inflasi yang cukup terkendali, yaitu di bawah 3 persen dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini membuat China tidak banyak melakukan perubahan suku bunga acuannya.

Inflasi Indonesia sepanjang Semester I 2023 mengalami tren penurunan, tercatat sebesar 3,08 persen (yoy) pada Juli 2023.  Tingkat suku bunga acuan tetap ditahan di level 5,75 persen sejak awal tahun. Di sisi lain, nilai tukar Rupiah terpantau cukup stabil akibat dari peningkatan cadangan devisa pada Triwulan I 2023. Sementara itu, pada Juli 2023, harga komoditas global terpantau mengalami tren penurunan. Penurunan harga komoditas ini membuat perekonomian Indonesia kembali bertumpu kepada konsumsi rumah tangga, tercatat sebesar 54,06 persen pada triwulan I 2023. Akan tetapi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut masih berada di bawah pertumbuhan PDB, yaitu sebesar 4,54 persen.

Triwulan II-2023, ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen dengan berbagai catatan penting yang harus diperhatikan. Beberapa diantaranya adalah penurunan peranan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) yang nantinya memengaruhi sektor ketenagakerjaan. Koreksi peranan PMTDB menyebabkan pertumbuhan ekonomi kembali bertumpu pada kekuatan konsumsi rumah tangga yang terbantu oleh momen konsumsi tinggi.  Dari sisi sektoral, industri pengolahan kembali tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi yang semakin menipis. Triwulan ii-2023, industri pengolahan hanya tumbuh 4,88 persen sedangkan kontribusinya terhadap PDB tanggal 18,25 persen (turun dari 18,56 persen pada triwulan i-2023).

Sampai akhir tahun, INDEF memproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 4,9 persen (yoy). Topangan pertumbuhan ekonomi kembali bertumpu pada konsumsi rumah tangga karena penurunan kinerja ekspor. Sementara itu inflasi bergerak lebih rendah sejalan dengan penurunan harga komoditas dunia. INDEF memroyeksi inflasi 2023 sekitar 3 persen. Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap US$ cenderung menguat pada 2023 dan diprediksi pada level Rp15.000 hingga akhir tahun. Tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,3 persen pada 2023. Sementara itu, tingkat kemiskinan sebesar 9,3 persen.

Reviews

Leave a Reply

Related Products